Loading...
Saturday, December 12, 2015

MEMAHAMI AGAMA SECARA UTUH

Agama diyakini pemeluknya sebagai ajaran yang dibawa oleh para nabi sebagai petunjuk umat manusia kejalan kebenaran yang bersumber dari tuhan. Dalam perkembangannya, agama banyak dijadikan landasan hidup manusia untuk melakukan pelbagai kegiatan baik dalam hal sepiritualitas dan kehidupan bermasyarakat.
Namun karena agama tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh akal budi dan penalaran manusia, antara pemahaman satu aliran dengan yang lain selalu saja berbenturan pada perdebatan teologis yang melibatkan klaim benar-salah, sesat-lurus, beriman-kafir. Persoalan itulah yang menjadi umat beragama sampai saat ini terjebak pada perdebatan yang nyaris tanpa akhir, bahkan acapkali disertai konflik  fisik  dan kekerasan yang mengatas namakan tuhannya.
Konflik tidak harus terjadi seandainya masing-masing menyadari bahwa sikap eksklusifisme teologis yang mereka pegang dalam memandang perbedaan dan prularisme kepercayaan tidak saja merugikan bagi yang lain tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit bagi masuknya kebenaran baru.
Kita tidak bisa berkilah bahwa dalam perkembangan agama mengalami deviasi dalam hal doktrin dan praktiknya. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, salahsatu kelompok berkeinginan mendirikan Negara islam dengan sedikit demi sedikit menggerogoti demokrasi melalui pengeboman yang dianggapnya tindakan jihad demi menegakan hukum syariah. Siakp semacam ini merupakan sikap yang malah menjauhkan dari subtansi ajaran agama yang dikenal sopan, santun, damai dalam mengajarkan kebenaran pada umatnya.
Tindakankan semacam ini menjadi semakin seru ketika ternyata yang muncul dan mengendalikan isu secara kuat adalah kepentingan politik yang bertujuan untuk mengangkat suatu kelompok dan menjatuhkan kelompok lain. Pandangan politis-teologi inilah yang mendorong pada konspirasi eksklusif dan potensial bagi munculnya tindakan kekeasan yang mengatas namakan kebenaran suci. Namun dibelakang terdapat rencana terselubung yang jauh dari tujuan agama yakni mencari kekuasaan.
Korupsi agama
Meminjam perkataan Charles Kimball dalam bukunya when religion becomes evil menjelaskan lima tanda terjadinya korupsi dalam agama yang berujung ada kejahatan. Kelima tanda itu adalah klaim-klaim kebenaran mutlak, ketaatan buta, menetapkan waktu ideal, tujuan menghalalkan segala cara, dan menyatakan perang suci.
Barang kali tanda-tanda tersebut saat ini sudah terlihat berupa klaim-klaim kebenaran tehadap apa yang mereka percayai dan mengingkari kebenaran yang berada diluar kelompok mereka. Padahal klaim-klaim agama yang otenik tidak pernah sekaku dan seeksklusif seperti dipertahankan oleh para pemeluk agama yang fanatik. Pemahaman agama yang otentik selalu menawarkan jalan terbaik untuk mengkoreksi pelbagai korupsi agama yang mengarah pada kekerasan dan membimbing umat beragama menuju masa depan yang lebih baik dan damai.
Ketika para penganut yang fanatik meningkatkan ajaran-ajaran serta kepercayaan tradisi mereka pada tingkat klaim-klaim kebenaran absolut, lalu menyebarkan paham-paham itu pada masyarakat luas, bukan tidak mungkin mereka akan membuka pintu bagi kemungkinan menjadikan agama mereka sebagai kejahatan.
Sementara itu, klaim-klaim kebenaran merupakan unsur esensial agama, klaim tesebut juga merupakan persoalan-persoalan yang memunculkan sebagai interpretasi yang berbeda. Ketika pemahaman tertentu ditetapkan secara kaku dan dipahami secara tidak kritis sebagai kebenaran absolute, orang yang awalnya berniat baik justru akan berujung pada pembelaan diri dengan menganggap dirinya telah mengenal tuhan dan menyalah gunakan teks-teks suci dalam menyebarkan kebenaran menurut versi mereka sendiri.
Tujuan ajaran agama
Kiranya kita harus berpikir ulang untuk menemukan esensi agama dan keberagaman yang menciptakan kedamaian. Dimasa depan kita perlu paradigma baru yang lebih memungkinkan untuk melakukan hubungan yang dialogis baik antar umat beragama dan kelomok keagamaan yang mempunyai pandangan berbeda. Perlu juga meninjau kembali tujuan ajaran agama sebagai addin (petuntuk) yang saat ini telah jauh menyeleweng dari koridor yang telah tertulis dalam kitab suci. Agar terbentuknya suatu keharmonisan perlu adanya sikap toleran dan saling menghargai pendapat masing-masing.

0 komentar:

 
TOP